1. Inilah Sifat – Sifat Tercela Yang Merupakan Sumber Dari Semua Musibah Dan Merupakan Hijab (Dinding) Diri Kepada Allah Ta’ala :
a. Su’udhon ( prasangka buruk ).
Pintu awal dari segala kotoran jiwa bermula dari sini. Prasangka buruk kepada orang akan menghasilkan akibat sifat-sifat tercela yang lainnya. Belajarlah positive thinking pada orang dan pada diri sendiri, jika tidak anda telah membuka pintu hati kepada syetan. Dia akan masuk dan menyebarkan virus-virus, yang berlanjut pada penyakit ;
b. Ghibah ( pengumpat/ menjelek-jelekkan orang lain )
Nabi saw bersabda : “ Tahukah kamu seberat-berat riba disisi Allah ?”. Sahabat menjawab : “ Allah dan Rasulnya yang lebih mengetahui.” Maka Nabi saw bersabda : “ seberat-berat riba disisi Allah ialah menganggap halal mengumpat kehormatan seorang muslim”. Lalu Nabi saw membaca ayat yang artinya: “ Dan mereka yang mengumpat orang mukmin laki-laki ataupun perempuan tanpa salah dan tidak benar, berarti mereka telah membuat Buthan (tuduhan palsu) dan dosa yang nyata.
Dalam riwayat lainnya Nabi saw mengatakan : “ jika menceritakan kejelekan orang lain yang sesuai dan benar dengan keadaan orang itu, maka itulah Ghibah. Tapi jika tidak benar keteranganmu itu, maka itu bernama Buthan yang lebih besar dosanya.
c. Namimah ( yang suka beradu domba ).
Sifat ini dibawah oleh orang-orang yang ber SDM (sumber daya manusia) yang tinggi. Intelektual dibutuhkan karena misi adu domba membutuhkan kepintaran dalam mengatur sebuah permusuhan, seperti pada politik. Semua data atau perkataan orang disampaikan lagi kepada orang lain. Walaupun keterangan itu benar adanya, tetapi jika itu tidak dapat diterima atau menyakitkan orang yang dituju atau ikut campur dalam urusan pribadinya. Tetap saja akan menghasilkan sebuah pertentangan, marah, su’dhon yang pada akhirnya terjadi pertengkaran.
Namimah ini juga bisa diartikan sebagai sifat / akhlak untuk menyebar fitnah dan memecah belah suatu kaum, suatu ikatan keluarga, suatu majlis dan lainnya.
Firman Allah (S.Qalam:10-11)
Ÿwur ôìÏÜè? ¨@ä. 7$žxym AûüÎg¨B ÇÊÉÈ :—$£Jyd ¥ä!$¤±¨B 5O‹ÏJoYÎ/ ÇÊÊÈ
“ Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina.
Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah”
Nabi saw bersabda, yang artinya : “ Bukan dari golonganku (umatku) orang yang hasud dan orang yang gemar memfitnah dan orang yang dedukunan dan akupun bukan daripadanya.
3 (tiga) sifat ini tercermin pada Firman Allah Ta’ala :
”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan Buruk-sangka (Su’udhon), Karena sebagian dari buruk-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang (Ghibah) dan janganlah menggunjingkan satu sama lain (Namimah). Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (S.Hujurat : 12)
d. Hasad (iri hati)
Orang yang mempunyai sifat hasud selalu merasa tidak senang terhadap kelebihan orang lain, bahkan membencinya. Hingga saking besarnya sifat hasudnya , mengharapkan agar nikmat yang dirasakan orang lain itu hilang lenyap, lalu mengalir padanya. Hatinya yang hitam selalu menginginkan agar didunia ini hanya dia yang paling berkuasa, paling kaya paling terhormat.
Penyakit hasud ini, bagaikan titik api pada sekam atau pada rokok. Sedikit demi sedikit titik api itu akan menjalar yang makin lama akan menghabiskan amal & ibadah kita selama ini. Berpikirlah, amal ibadah yang begitu sulit kita kerjakan, akan musnah hanya dengan Hasad (iri). Apa yang keuntungannya kita mempunyai iri. Selekaslah buang. Ganti dengan yang baik.
Nabi saw bersabda yang artinya : “Hasud dapat memakan segala kebaikkan bagaikan api makan kayu”. (riwayat Ibnu Majah)
Dalam riwayat lain: “Hasud dapat merusak iman, bagaikan jadam merusak madu”. (riwayat Dailani)
Nabi saw bersabda : “ Telah menjalar padamu penyakit-penyakit umat-umat terdahulu sebelum kamu yaitu hasud, saling membenci, padahal itu dapat mencukur rambut. Aku tidak berkata itu dapat mencukur rambut, melainkan mencukur agama. Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, kamu tidak akan masuk surga sehingga cinta mencintai. Sukakah aku tunjuki sesuatu jika kamu kerjakan akan timbul rasa kasih saying diantaramu. Maka sebarkanlah salam di antara kamu”. (riwayat Ahmad)
Menurut pandangan orang-orang sufi, orang yang mempunyai sifat dan akhlak Hasad sebelum mencapai maksudnya, telah terbinasakan iwanya oleh dirinya (nafsunya) sendiri, seperti :
a. Mereka akan menderita karena hatinya tertekan dan duka cita yang berlarut-larut. Disebabkan melihat orang yang di irikan masih lebih baik, lebih kaya dari dirinya. Hingga terbawa dalam tidurnya menjadi tidak nyenyak, terbawa makan & minum menjadi tidak enak. Menjadi benci yang tidak terlampiaskan, tekanan makin besar dan pada akhirnya menjadi penyakit.
b.Jika kebenaran bicara, orang yang hasud tadi akan mendapat cemoohan dan celaan dari orang lain, baik tetangga maupun pergaulan sehari-hari.
c. Dia akan mendapat kecelakaan yang tidak dapat ditolong.
d.Rahmat dan hidayah Allah akan dicabut dari hatinya.
Firman Allah Ta’ala :
Ÿwur (#öq¨YyJtGs? $tB Ÿ@žÒsù ª!$# ¾ÏmÎ/ öNä3ŸÒ÷èt/ 4’n?tã <Ù÷èt/ 4 ÉA%y`Ìh�=Ïj9 Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB (#qç6|¡oKò2$# ( Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ŠÅÁtR $®ÿÊeE tû÷ù|¡tGø.$# 4 (#qè=t«ó™ur ©!$# `ÏB ÿ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ¨bÎ) ©!$# šc%Ÿ2 Èe@ä3Î/ >äó_x« $VJŠÎ=tã ÇÌËÈ
“ Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” ( S. An-Nisa’ : 32 )
e. Haqod ( dengki / benci )
Penyakit Haqad (dengki) berasal dari penyakit Hasad (iri) yang dibiarkan dan telah menjalar pada hati. Memuncak dan membakar menjadi kedengkian, kebencian, keserakahan pada siapa yang diatasnya. Dalam hal harta, kesenangan, gengsi, status dan lain-lain. Pada sifat haqad ini, mulai tertutup suatu kebenaran. Demi melihat saudaranya hidup kaya, tetangga bisa mapan, teman yang sukses, maka ia merasa muak dan benci dari hati hingga ke ubun-ubun. Tak segan-segan ia memutuskan persaudaraan, tidak menyapa dan bertergur salam. Tobat dan sadarilah wahai saudara-saudaraku, sebelum kau terpelosok jurang kehancuran di dunia dan di akhirat. Jangan kau turuti, bisikkan-bisikkan nafsumu ini.
f. Kibir (sombong)
Kibir adalah sombong yaitu sifat ke Akua an yang memuncak , merasa besar serta hebat sendiri. Merasa tiada yang seperti dia. Merasa tiada yang mengalahkan dia. Semua harus ada dibawahnya. Hingga orang-orang yang sombong menganggap semua nikmat, semua kekayaan dan semua kelebihannya bukan berasal dari Allah. Tapi merasa dari dirinya sendiri. Dari kerja kerasnya.
Tanda dalam perbuatannya, orang-orang sombong, yaitu :
- Tampak angkuh dan cuek.
- Tak mau kalah dalam pembicaraan dan ngomongnya tidak mau di sela.
- Tidak mau dikritik dan di salahkan.
- Walaupun dia tidak bisa mengatakan bisa.
- Tidak mau disaingi dalam beli sesuatu dan dalam bisnis.
- Ingin selalu pamer kekayaan.
Firman Allah Ta’ala :
Ÿwur Ä·ôJs? ’Îû ÇÚö‘F{$# $·mt�tB ( y7¨RÎ) `s9 s-Ì�øƒrB uÚö‘F{$# Æs9ur x÷è=ö6s? tA$t6Ågø:$# ZwqèÛ ÇÌÐÈ
“ Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi Ini dengan sombong, Karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung”.
Nabi saw bersabda, yang artinya : “Siapa yang merasa dirinya besar, lalu sombong dalam jalannya, maka ia kan menghadap Allah sedangkan Allah murka padanya (HR. Ahmad)
Sifat sombong ini dulu oleh Allah telah dicontohkan pada pembangkangan Iblis yang merasa sombong, ketika oleh Allah disuruh sujud kepada Nabi Adam as. Ia menolak dan merasa lebih mulia dari Adam as. Ia diciptakan dari api dan Adam dicipta dari tanah. Yang akhirnya, iblis dibuang/dihina dikeluarkan dari syurga.
Oleh sebab itu, bercerminlah. Apa pada dirimu ada sifat Iblis ini. Jika kau tidak tawadu’ (rendah hati) pada ulama’ atau orang-orang berilmu atau orang-orang sholeh. Berarti pada dirimu ada sifat tersebut. Yang wajib sombong itu adalah Allah, jika kita memakai sifat sombong ini, berarti kita melawan Dia.
Firman Allah Ta’ala ( S. Luqman : 18), yang artinya :
Ÿwur ö�Ïiè|Áè? š‚£‰s{ Ĩ$¨Z=Ï9 Ÿwur Ä·ôJs? ’Îû ÇÚö‘F{$# $·mt�tB ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw �=Ïtä† ¨@ä. 5A$tFøƒèC 9‘qã‚sù ÇÊÑÈ
“ Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
Macam-macam kesombongan manusia di dunia:
1. Sombong dengan harta.
2. Sombong dengan Ilmu dan amal.
3. Sombong dengan status / pangkat.
4. Sombong dengan kecantikan (postur tubuh)
5. Sombong dengan keahlian, usaha dan ikhtiyar.
6. Sombong dengan nasab (keturunan).
7. Sombong dengan kesehatan.
g. Takabbur
Adalah hampir sama dengan sombong. Tapi lebih bersifat kecil tidak tampak nyata. Hanya tampak pada omongannya. Orang yang bersifat Takabbur biasanya meremehkan sesuatu yang sepele. Mulai dari urusan ibadah, urusan beramal, urusan janji dan urusan keluarga. Mereka menganggap gampang, tapi tidak ada realisasinya (kenyataan). Mereka takabur, karena menganggap bisa, mudah, kecil dan mampu. Dalam hatinya selalu berkumandang “ Urusan itu kecil dan gampang “. Dalam hal amal: “ Kalau bukan aku siapa, yang membantu”.
h. Ujub ( merasa sempurna diri dari orang lain )
Sifat ujub ini menyerupai sifat sombong, tapi lebih halus. Sifat ini terselubung pada hati sanubari. Hanya dirinya sendiri yang tahu. Dia menganggap hal itu kebenaran. Dia merasa lebih sempurna dari orang lain, tapi dibalik itu, sifat ini lebih bahaya daripada kesombongan yang tampak.
Tanda-tanda orang yang bersifat ujub :
1. Mudah membanding-bandingkan yang satu dengan yang lainnya.
2. Mudah menghujat dan menjelekkan sesuatu yang dianggap tidak sepaham. Selanjutnya dia menunjukkan & memamerkan dirinya.
3. Dalam hatinya selalu meremehkan seseorang.
i. Riya’ ( ingin dipuji orang / memamerkan diri )
Orang yang mempunyai sifat riya’ dalam melakukan ibadah semata-mata ingin dikagumi orang lain, ingin disanjung dan di puji. Di depan orang ia senantiasa melakukan amalan yang baik dan kayaknya ia beribadah dengan sempurna, namun jika orang lain tak melihat maka sifat jeleknya akan muncul kembali. Seringkali kita tidak menyadari, bahwa apa yang kita lakukan dalam amal maupun ibadah niat karena Allah tapi terselip sifat riya’ (ingin dipuji orang). Yang pada akhirnya kita tidak mendapat apa-apa (pahala, hidayah & pintu qabul) kecuali capek dan sia-sia.
Nabi saw bersabda : “Sesungguhnya yang aku kuatirkan pada dirimu adalah syirik yang kecil (samar) yaitu riya’. Kelak pada hari kiamat Allah akan berkata pada orang-orang yang berbuat riya’ dalam amal perbuatannya. Pergilah kami kepada orang-orang yang dahulu kamu riya’ kepadanya di dunia. Lihatlah apakah kamu bisa mendapatkan balasan pahala dari mereka?”
j. Suma’ ( cari-cari nama atau kemasyuran )
Siapapun manusia, jika ada jalan atau fasilitas tersedia yang disertai SDM (sumber daya manusianya ) yang memadai ditambah ada kesempatan, pasti dan jelas akan terbersit keinginan agar dirinya menjadi terkenal, namanya harum dan kemashurannya terdengar dimana-mana. Bahkan bagi orang-orang tertentu, ada yang sangat berambisi agar terkenal dan termashur dengan menggunakan segala cara, sehingga tanpa ragu melakukan tindakan-tindakan yang merugikan orang lain.
Hakikinya sebuah kemashuran atau terkenal akan datang sendiri, jika sembodo (sesuai) dengan ilmu, jasa atau hasil atau kemanfaatan orang tersebut kepada orang lain, instansi, Negara atau kepada lainnya. Dengan kata lain Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu dan berakhlak mulia, tanpa adanya rekayasa dari manusia itu sendiri.
Apa gunanya kemashuran, jika itu tidak layak disandang dan di akhirat kita terhina. Allah Maha Tahu atas segalanya, jika Dia menghendaki hambanya terkenal tidak sebegitu sulit, akan terangkatlah orang tersebut menjadi mulya.
k. Bukhul ( Kikir )
Bukhul atau bakhil yang artinya kikir bin pelit bin medit (jawa) adalah nyata sifat bawaan manusia secara fitrahnya. Artinya pada diri setiap manusia pasti ada sifat bakhil (kikir). Hal ini bersesuaian dengan firman Allah Ta’ala : QS. Al Ma’aarij : 19-21
* ¨bÎ) z`»|¡SM}$# t,Î=äz %·æqè=yd ÇÊÒÈ #sŒÎ) çm¡¡tB •Ž¤³9$# $Yãrâ“y_ ÇËÉÈ #sŒÎ)ur çm¡¡tB çŽö�sƒø:$# $¸ãqãZtB ÇËÊÈ
“ Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, Dan apabila ia mendapat kebaikan (harta) ia amat kikir.”
Suatu peringatan dan penegasan dari Allah Ta’aala, bahwa manusia mempunyai sifat dominan dalam menerima kesusahan pasti berkeluh kesah. Dan apabila mendapat kebaikan ( nikmat harta ) ia akan bersifat kikir.
Dua sifat ini telah ditanam oleh Allah, pada jiwa manusia. Sifat ini menjadi sangat nyata, jika manusianya mempunyai sifat Hubbu Dunya (cinta dunia) yang berlebih-lebihan ditambah dia berhasil atau sukses dan kaya.
Ingat dan camkan benar-benar, bagaimana Qarun yang kaya raya, karena kekikirannya dibenamkan oleh Allah di bumi. Dan sahabat Rasulullah saw, yaitu Tsa’labah, si miskin yang menjadi kaya yang akhirnya menjadi kikir dan lupa diri. Yang kemudian oleh Rasulullah saw di sabda menjadi termasuk golongan orang-orang yang celaka.
Dalam kenyataan sehari-hari, sifat bakhil / kikir cenderung dimiliki oleh orang-orang yang kaya. Mereka selalu beranggapan dan merasa sudah mengeluarkan zakat dan sedekah. Jika suatu ketika diminta sedekah lagi, mereka akan berkata, “ sedekahku sudah banyak , aku sudah bersedekah disana, rutin tiap bulan,” dan ada yang berdalih, “ sedekah yang paling utama, pada orang tua dan kerabat , baru kepada yang lainnya,” dan masih banyak alasan-alasan yang diberikan oleh orang-orang kaya yang bakhil tersebut.
Dalam menyikapi hal ini dan penegasannya untuk sedekah tidak boleh ada alasan apapun, selama kita ada (harta) dan pada saat itu kita membawa, segera mungkin kau keluarkan, berapapun nilainya. Jika masih banyak alasan, tampak jelas dia adalah Bakhil.
Seandainya kita tanya kepada orang-orang kaya yang bakhil tersebut, “ Apakah banding rezki (harta) yang diberikan oleh Allah, dengan zakat dan sedekahmu,”
“ Dulu ketika rezqimu Rp. 10.000 kau mengeluarkan sedekah Rp. 1000 tidak merasa berat. Saat rezqimu di tambah oleh Allah, menjadi Rp. 100.000 kau mengeluarkan Rp. 10.000 masih enteng. Ketika rezqimu dilipatgandakan menjadi Rp. 1.000.000 kau mengeluarkan Rp. !00.000 mulailah berkecamuk dadamu. Andaikan rezqimu menjadi Rp. 100.000.000, kau mengeluarkan sedekahmu sebesar Rp. 10.000.000, yang jelas seribu kali mikir dan seribu kali ambil nafas”
Bayangkan lagi, setiap orang ingin mendapat rezqi tiap hari, kalau bisa tiap jam. Sampai-sampai usaha apapun hingga ngelembur dilakukan. Yang penting income (pemasukan) bertambah banyak. Tapi aneh bin nyata, dalam urusan sedekah mereka tidak mau tiap hari. Sedangkan kita minta kepada Allah, agar diberikan rezqi yang banyak dan luas, tapi perintah zakat & sedekah, mereka melupakannya dengan sengaja, dikarenakan sifat kikirnya.
Harta benda dan segala kebaikkan dunia yang menyilaukan kerapkali akan mengikat hati manusia. Terutama dalam pencapaian menjadi kaya, begitu susah dan sengsaranya, hingga terbesit sifat sayang (eman-jawa) pada harta yang dicari dengan susah payah tersebut, kenapa diberikan atau disedekahkan. Dia lupa dengan perintah Allah, tentang sedekah, tentang membelanjakan hartanya di jalan-Nya. Makin dia kikir dan makin lama sifat rakus untuk menumpuk kekayaan akan menjadi-jadi Perhitungan dalam mengeluarkan zakat, sedekah dan membantu orang lain.
Allah berfirman yang artinya :
“ Janganlah orang yang kikir dengan pemberian Tuhan yang berlimpah-limpah menyangka bahwa yang demikian itu baik bagi mereka, tetapi sebaliknya yang demikian itu merupakan kejahatan baginya, karena pada hari kiamat ia akan dipikulkan kekikirannya itu sebagai suatu beban yang amat berat diatas pundaknya.”
Allah berfirman, QS. Al Israa’ : 29
Ÿwur ö@yèøgrB x8y‰tƒ »'s!qè=øótB 4’n<Î) y7É)ãZãã Ÿwur $ygôÜÝ¡ö6s? ¨@ä. ÅÝó¡t6ø9$# y‰ãèø)tFsù $YBqè=tB #·‘qÝ¡øt¤C ÇËÒÈ
“ Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu ( kikir ) dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya ( boros ), karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”
Ini adalah peringatan bagi orang-orang yang kikir, yang oleh Allah dikiaskan “tangan yang terbelenggu pada leher” dan orang-orang yang boros ( membelanjakan harta secara berlebih-lebihan bukan untuk sedekah atau infaq, tapi untuk diri sendiri dan keluarga. Seringkali juga untuk hal-hal maksiyat ) oleh Allah ditegaskan dengan firmanNya ; QS. Al Israa : 27:
¨bÎ) tûïÍ‘Éj‹t6ßJø9$# (#þqçR%x. tbºuq÷zÎ) ÈûüÏÜ»u‹¤±9$# ( tb%x.ur ß`»sÜø‹¤±9$# ¾ÏmÎn/t�Ï9 #Y‘qàÿx. ÇËÐÈ
“ Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Dua sifat ini oleh Allah akan menjadikan sesuatu yang tercela dan menyesal. Kalau kita tilik dengan seksama akan nyatalah apa yang maksud ayat diatas. Sifat bakhil/kikir akan menghasilkan sifat tercela dan menyesal, seperti :
- Tidak disukai dalam pergaulan dan bermasyarakat.
- Selalu diomong (dirasani-jw) karena kekikirannya.
- Mempunyai teman sedikit.
- Jika ada kesusahan, tidak ada yang menolongnya.
- Hidupnya tiada pernah tenang, karena takut hartanya berkurang. Yang pada akhirnya dia seakan-akan ingin menolong atau sedekah tapi dengan embel-embel berbunga alias rentenir.
- Selalu kurang dan takut kemiskinan.
- Mau menolong yang penting menguntungkan buat dirinya.
- Pamrih ( ada timbal baliknya ).
Nabi saw bersabda : “ Jauhkan dirimu dari sifat kikir. Karena yang demikian itu telah banyak membinasakan orang-orang sebelum kamu.”
Pada suatu hari Rasulullah saw ditanya orang, “ Siapakah yang layak disebut orang pemurah (loman-jawa)”. Lalu beliau saw, berkata: “Orang pemurah itu ialah orang yang mengeluarkan hak-hak Allah daripada hartanya, dan orang-orang yang kikir itu ialah orang yang tidak sedia mengeluarkan hak-hak Allah. Tidak pula dinamakan orang pemurah, jika ia mengumpulkan harta bendanya dengan jalan haram dan mengeluarkan secara mewah.”
Makna Pemurah ( bukan boros ) adalah orang yang suka membelanjakan hartanya di jalan Allah (infaq & waqaf untuk masjid, tempat-tempat ilmu, dll ) sedekah untuk kerabat, teman, anak yatim dan faqir miskin. Menolong siapapun yang membutuhkannya, baik materi maupun tenaga tanpa pamrih karena Allah.
Dalam hal ini, Allah memberikan arahan kepada siapa saja kita harus jadi pemurah, dalam firman-Nya QS. Al Baqarah : 177.
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.”
Allah berfirman, QS, An Nisaa’ : 36.
“ Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh*, dan teman sejawat, ibnu sabil* dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,
*dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang muslim dan yang bukan muslim.
* Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan ma'shiat yang kehabisan bekal. termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya.
BAKHIL YANG BERLABEL
Dari sekian model dan jenis bakhil orang-orang kaya, ada sejenis sifat bakhil yang berpoles dengan segala alasan, yang mana seperti dituangkan oleh Allah dalam firman-Nya, QS. An Nisaa’ : 37
“ (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah yang Telah diberikan-Nya kepada mereka. dan kami Telah menyediakan untuk orang-orang kafir* siksa yang menghinakan.”
* maksudnya kafir terhadap nikmat Allah, ialah Karena kikir, menyuruh orang lain berbuat kikir. menyembunyikan karunia Allah berarti tidak mensyukuri nikmat Allah.
Orang yang bakhil menyuruh orang lain untuk berbuat bakhil.
Contoh : ketika ada pengemis, si A akan memberikan sedekah. Tapi si B berkata, jangan kau kasih, karena pengemis itu masih kuat bekerja. Nanti bikin dia malas.
Contoh : Ada seorang yang berkata pada orang lain : “ Seorang ulama’ itu dalam mengajarkan ilmunya harus ikhlas, tanpa melihat berapa isi amplop,” Apakah tidak dibalik aja kalimat ini, “ kita ini harus ikhlash memberikan sedekah kepada ulama itu, sebagai tanda syukur atas ilmu-ilmu yang diajarkan kepada kita.”
Contoh : Ada seorang berkata pada orang lain, “ Sedekah itu tidak boleh dipaksa, harus dari hati. Mengapa harus ada iuran infaq segala. Cukup pakai kotak amal saja.”
Menyembunyikan Karunia Allah yang telah diberikan.
Orang-orang kaya yang sangat-sangat bakhil alias kikir, akan selalu menyembunyikan segala nikmat yang mereka peroleh dari orang lain dengan berkeluh kesah. Sehingga mereka dianggap tidak punya uang. Tujuannya tidak ada lain agar tidak ada yang datang minta bantuan ( minta atau pinjam uang).
Nikmat yang dia dapat, tidak boleh ada yang tahu.
HIKAYAT
Suatu hari datang kepada Nabi saw, seorang wanita dengan tangan kanan yang tidak berfungsi.
“ Wahai Rasul, berdoalah kepada Allah untuk tanganku agar bisa utuh dan kokoh seperti semula,” pinta wanita itu.
“Bagaimana bisa seperti itu ?” Tanya Nabi.
Wanita itu lalu bercerita : “Saya bermimpi seakan kiamat telah tiba. Neraka jahanam telah menyala. Sorga telah terhidang. Di dalam neraka terdapat beberapa lembah. Kulihat ibuku ada di dalam satu lembah tersebut. Tangannya terdapat lemak. Tangan satunya terdapat lap kecil yang menghindarkan dari termakan api.”
“Mengapa ibu ada di lembah ini ? Ibu seorang yang taat kepada Tuhan dan suami ridlo kepadamu,” tanyaku.
“ Anakku, semasa di dunia aku pelit. Disinilah tempatku,” jawab ibu.
“Apa maksud lemak dan kain yang menempel di tanganmu ?’ tanyaku.
“ ini adalah balasan sedekahku selagi di dunia. Aku tak pernah bersedekah sepanjang umur kecuali lemak dan kain lap. Dua benda inilah yang melindungi dari siksa neraka.” Jawab ibu.
Aku bertanya, “Mana ayah ?’
“Ayahmu dermawan. Ia berada di tempat para dermawan di dalam sorga.”
Maka kudatangi surga. Kulihat ayah berdiri didekat telagamu, wahai Rasul. Ia memberi minum manusia, menerima gelas dari tangan Ali. Ali dari Usman. Usman dari Umar. Umar dari Abu Bakar. Abu Bakar dari tanganmu wahai Rasul.”
“ Wahai ayah ! ibu yang taat kepada Allah dan kau ridlo kepadanya, sekarang berada di satu lembah neraka jahanam. Sedang kamu memberi minum manusia dari telaga Nabi. Ibu haus, ayah. Berilah ia seteguk saja,” pintaku kepada ayah.
“ Anakku ibumu berada di tempat orang –orang pelit dan pendosa. Allah mengharamkan air telaga ini bagi orang bakhil dan pendosa,” Ayah menolak.
Aku nekad mengambil segelas, untuk kuminumkan pada ibu. Ketika ibu minum kudengar suara, “ semoga Allah melumpuhkan tanganmu karena kamu datang memberi minum orang yang pelit dan durhaka dari air telaga Muhammad,”
Aku terbangun. Aku dapati tanganku lumpuh.
Nabi saw bersabda, “kepelitan ibumu telah menghukummu di dunia. Bagaimana dia nanti di hokum ?”
Aisyah ra meneruskan ceritanya, “ Nabi saw lalu menaruh tongkatnya pada tangan wanita itu dan berdoa, “Wahai Tuhan, dengan mimpi yang dituturkan wanita ini, sembuhkanlah tangannya seperti semula.”
Tangannya lalu kembali utuh
( Al Mawaidh Al ushfuriyyah, karangan Syeikh Muhammad bin Abu Bakar )
l. Hubbul Mal ( cinta harta )
m. Tafahur ( membanggakan diri )
n. Ghadab ( pemarah )
o. Ghibah ( pengumpat )
p. Namimah ( bicara belakang orang )
q. Kizib ( dusta )
r. Khianat ( munafik )
s. Hammi ( duka cita )
t. Khazani ( susah hati / sambat )
u. Ajzi ( lemah kemauan )
v. Kasal ( malas )
w. Jubni ( pengecut )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar